Azhar krab

Kamis, 14 April 2011

PEMBELAJARAN IPA

PEMBELAJARAN IPA SECARA HOLISTIK

I. PENDAHULUAN
Pola konservativisme selalu menjadi hantu dalam ranah apapun dan dalam ruang lingkup pembicaraan apapun. Konservatifisme memandang bahwa apa yang telah ada adalah selalu yang terbaik dari yang baru. Hal tersebut terjadi di segala bidang. Termasuk dalam bidang pendidikan utamanya pemikiran tentang pola pembelajaran di sekolah. Kita kadang-kadang telah mengedepankan ego dibanding menerima suatu perubahan yang kreatif dan knstruktif. Permasalahan tersebut bukannya tidak kita sadari akan tetapi karna kita belum berhasil keluar dari konteks ego itu sendiri.
Sebagai manusia sekiranya semua sependapat bahwa kita sebagai guru selalu kesulitan berfikir kreatif dan keluar dari konteks ego tersebut sehingga memerlukan beberapa latihan mental agar terbiasa dengan perubahan yang senantiasa menghampiri kita. Demikian halnya dengan saat kita membelajarkan IPA di SD. Barangkali semua juga sepakat bahwa kita sudah tahu berbagai jenis metode dan media sudah tersedia di lingkungan sekitar kita. Akan tetapi sikap laten yang mengandalkan penggunaan satu metode adalah layak sudah mendarah daging pada diri kita.
Permasalahan seperti diuraikan di atas adalah permasalahan umum dari kita para guru, berbagai pelatihan, workshop sudah kita lalui akan tetapi kita selalu saja menyalahkan siswa atas kegagalan mereka dalam melaksanakan evaluasi. Kita sangat jarang melakukan kegiatan merenung dan refleksi bahwa ada hal yang salah dengan kita. Sudah sangat banyak kita mengenal metode dan pendekatan dari CBSA hingga hingga Quantum Teaching (yang terbaru). Dan bahkan hal tersebut juga terlampau sering kita dengarkan. Sesungguhnya semua ber-esensi sama yaitu menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Yang belajar bukan guru, guru hanya sebagai fasilitator.
Permasalahan di atas adalah permasalahan umum, dan yang menjadi pertanyaan sekarang adalah :
1. Adakah suatu metode dan pendekatan yang dapat mewakili berbagai jenis metode dan pendekatan tersebut ? Sehingga guru tidak bingung memilih karna seolah-olah antar metode tersebut ada batasan padahal batasannya sangat kabur.
2. Seandainya ada bagaimanakah implementasinya di lapangan ?
3. Seandainya belum ada kemudian oleh penulis sendiri membuatnya menjadi ada, apakah kemudia di akui atau malah dikatakan mengada-ada ?
II. PEMBAHASAN
Sesuai dengan judul di atas “ Pembelajaran IPA Secara Holistik”, penulis mencoba ber-ide, mencoba untuk keluar dari konteks pembeicaraan pada modul yang sudah penulis baca yaitu tentang “Konstruktifisme dalam Pembelajaran IPA, Bekerja Ilmiah dalam IPA, Pendekatan Pembelajaran Sains (IPA) Teknologi dan Masyarakat/Lingkungan (STM). Dan penulis berkesimpulan bahwa intinya adalah sama yaitu menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran, memberdayakan siswa, membelajarkan siswa dan istilah kostruktif lainnya.
Pembelajaran yang bersifat menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran membawa situasi kelas dipenuhi oleh kegiatan dimana siswa adalah pelaku dari berbagai kegiatan baik eksperimen, demonstrasi, diskusi dan sebagainya. Memberdayakan siswa maksudnya adalah guru bertugas menggali seluruh potensi siswa tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, perbedaan tingkat IQ, dan perbedaan yang lainnya. Membelajarkan siswa adalah suatu kegiatan yang menempatkan siswa yang sedang belajar. Istilah konstruktif lainnya adalah CTL, CBSA, Quantum Teaching, dan beberapa nama keren lainnya. Padahal esensinya sama yaitu siswa adalah subyek pembelajaran.
Pembelajaran Holostik pada mata pelajaran IPA membawa guru pada suatu kondisi pembelajaran yang bersifat konstruktif. Maka yang dapat melakukan hal ini adalah guru yang berpandangan konstruktif. Siapa mereka ? Mereka yang sadar bahwa siswa akan belajar optimal jika semuanya berawal dari keinginan siswa untuk belajar. Sehingga kita akan mengkondisikan kelas sedemikian rupa agar siswa mau belajar. Bukan karna paksaan. Apakah hal ini mudah ? Tentu tidak karna kita berhadapan dengan puluhan kepala yang isi kognitif, afektif, psikomotor dan datang dari latar belakang yang beragam. Kita pasti sepakat bahwa mencari yang baik pasti sulit.
Pembelajaran IPA dengan pendekatan yang holistik sesungguhnya adalah positif yaitu guru tidak akan pernah terbebani dengan jenis dan batasan metode yang mesti dilakukan dan ditulis dalam RPP. Kita menyiapkan bahan, media dan masuk ke kalas dan melakukan apersepsi. Lihat kondisi kelas apakah sudah kondusif ? Kalau belum berikan motivasi dengan berbagai cara yang kreatif apakah itu cerita, permainan, menyanyi, diskusi dan tanyakan masalahnya apa. Disanalah gunanya pendekatan yaitu untuk mendekati siswa agar mau belajar. Caranya ya terserah guru itu sendiri. Lalu pertanyaannya bagaimana dengan alokasi waktu yang membatasi di RPP ? Abaikan dulu hal tersebut karna RPP itu adalah rencana, dimana kalau tidak tercapai adalah hal biasa karna kadang situasi kelas tidak sesuai dengan harapan.
Jika siswa sudah mau belajar lanjutkan dengan kegiatan yang mengedepankan siswa sebagai subyek yaitu dengan memberikan tugas. Tugas yang diberikan adalah yang bersifat konstruktif bukan memberi beberapa soal lalu guru meninggalkan kelas. Pada IPA dapat diberikan berupa sekumpilan tugas yang bersifat berkelanjutan seperti proyek. Langkahnya dari mereka merencanakan, melaksanakan hingga melaporkan. Misalnya siswa kita belajarkan tentang perkembangbiakan tumbuhan maka mereka akan merencanakan menyediakan bahan seperti bibit dan alat alat pertanian. Pelaksanaan dapat dilakukan di kebun sekolah. Setelah kegiatan selesai siswa ditugaskan untuk mengamati perkembangan dari tanaman setelah ditanam dan hasil pengamatannya dilaporkan kepada guru.
Dengan model seperti itu kita tidak dapat mengatakan kita melakukan pembelajaran dengan metode dan pendekatan tertentu akan tetapi menyeluruh sehingga penulis istilahkan sebagai pendekatan holistik. Semua materi pembelajaran IPA lainnya dapat mengadopsi pendekatan tersebut karna guru tidak lagi berfikir tentang batasan metode apa yang akan mereka gunakan akan tetapi mereka berfikir akan di apakan siswa kita. Guru dalam membelajarkan siswa tidak perlu mengingat batasan pengertian suatu metode akan tetapi cukup dengan mengingat bahwa siswa kita akan diapakan agar dapat belajar efektif.
Permasalahan sebenarnya adalah ada pada paham yang dianut guru tersebut. Apabila guru tersebut tidak berfikiran terbuka, behavioristik dan konservatif maka walaupun mereka mengenal istilah dan batasan berbagai metode maka yang terjadi adalah situasi pembelajaran yang dipaksakan karna guru dalam hal ini masih berkeingingan untuk dominan. Guru tidak berfikir apa yang akan siswa dapatkan jika pembelajarannnya seperti ini akan tetapi mereka akan berfikir bagaimana mengajar mereka agar mengerti. Sehingga jika siswa gagal dalam evaluasi yang disalahkan adalah siswa. Jika guru berfikir seperti yang pertama di atas maka guru akan berkata “Wah ada yang salah dengan saya”. Hal itulah yang membedakan guru yang berpaham behavioristik dengan guru yang menganut paham konstruktifistik.
Jalan keluar yang mungkin kita harus coba bersama untuk mengatasi masalah tersebut adalah :
1. Berfikirlah bahwa siswa adalah yang akan belajar.
2. Berfikirlah bahwa siswa dapat belajar jika mereka mau belajar
3. Berfikirlah bahwa siswa dapat belajar jika ada bahan yang akan dipelajari
4. Jika gagal lakukan refleksi
5. Belajar yang baik adalah bersama-sama karna akan saling isi mengisi
6. Berfikirlah bahwa guru bukan untuk ditakuti akan tetapi disegani
7. Hindari pemikiran guru selalu benar.
8. Jadikan siswa menjadi teman bukan murid.
9. Berdirilah disampingnya saat membimbing bukan berkacak pinggang di depannya.
10. Kalau guru kesal dan marah berikan arahan dan posisikan diri sejajar dengan siswa terlebih dahulu baru kemudian berikan pesan.
11. Kesimpulannya adalah jadilah guru yang manusiawi
Dengan menerapkan metode holistik apakah kemudian menjadi salah karna alasan tidak pernah ada dan didengar dalam konteks teori belajar yang sudah di akui. Kalau kita semua berfikir bahwa segala sesuatu terus berubah barangkali kita sepakat bahwa tidak ada salahnya kita memberi nama apa yang sudah kita lakukan dengan sarat semua itu tidak keluar dari esensi dan prinsip yang ada. Kita mungkin sudah pernah belajar tentang mata kuliah inovasi dan inovasi pendidikan. Maka apakah ada salahnya kalau kita berinovasi ?
Bebagai pendekatan dan metode yang sudah kita kenal sesungguhnya esensinya sama yaitu menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran. Akan teapi implementasi di lapangan yang sulit. Walaupun kita mengatakan diri sudah konstruktif akan tetapi sesungguhnya terkadang kita bertindak sebaliknya yaitu behavioristik. Dalam pelaksanaan pembelajaran kita hendaknya bertindak manusiawi.
Jika hal tersebut sudah dilaksanakan maka siswa akan termotivasi untuk belajar karna mereka dalam keadaan bebas dari tekanan apapun saat belajar. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya kemauan siswa untuk belajar dan selanjutnya berakhir dengan hasil belajar yang memuaskan.
III. KESIMPULAN
Permasalahan pembelajaran IPA di SD sering dihadapakan pada pola pembelajaran yang behavioristik. Hal tersebut sesungguhnya disadari oleh guru akan tetapi sulit dirubah karna kita masih sering mengedepankan sikap ego. Kesulitan merubah kebiasaan tersebut masih kita rasakan termasuk penulis sendiri.
Bebagai pendekatan dan metode yang sudah kita kenal sesungguhnya esensinya sama yaitu menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran. Akan teapi implementasi di lapangan yang sulit. Walaupun kita mengatakan diri sudah konstruktif akan tetapi sesungguhnya terkadang kita bertindak sebaliknya yaitu behavioristik. Dalam pelaksanaan pembelajaran kita hendaknya bertindak manusiawi.
Jika hal tersebut dudah dilaksanakan maka siswa akan termotivasi untuk belajar karna mereka dalam keadaan bebas dari tekanan apapun saat belajar. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya kemauan siswa untuk belajar dan selanjutnya berakhir dengan hasil belajar yang memuaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar