Sistem Ekonomi Islam yang Pro Rakyat
Kemandirian Ekonomi
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [At Taubah:28]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” [An Nisaa’:144]
Ayat Al Qur’an di atas memerintahkan ummat Islam untuk melarang orang-orang Kafir masuk kota Mekkah meski perekonomian waktu itu bergantung pada mereka. Sebagian takut miskin. Tapi Allah mengatakan jangan khawatir jadi miskin karena Allah justru akan menjadikan mereka kaya. Dan buktinya penduduk Mekkah hingga saat ini menjadi kaya, karena mereka menikmati perekonomian mereka. Tidak didominasi oleh perusahaan asing.
90% Migas Indonesia dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Akibatnya 6 dari 7 perusahaan Migas Asing yang beroperasi di Indonesia (dan juga negara-negara lain) masuk dalam daftar 10 perusahaan dengan pendapatan terbesar versi majalah Forbes 500 (misalnya pendapatan Exxon tahun 2007 US$ 452 Milyar / Rp 542 Trilyun) sementara mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Paling tidak mereka menikmati 40% hasil Migas Indonesia. Ini jika angka produksi yang mereka laporkan benar. Karena menurut Amien Rais, sulit menghitung berapa banyak gas yang dihasilkan dari bumi Indonesia jika langsung dialirkan melalui pipa ke Singapura.
Kemudian untuk Pertambangan Emas, Perak, Tembaga, dsb lebih parah lagi. Perusahaan Asing mendapat bagian terbesar (85%) sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dengan bagian kecil 15%.
Padahal tambang minyak itu teknologi tua yang ratusan tahun umurnya sementara tambang emas itu ribuan tahun lalu orang sudah biasa melakukannya. Mayoritas pekerja di perusahaan-perusahaan asing tersebut juga putera Indonesia. Jadi tidak ada alasan bahwa Indonesia tidak bisa mengelola sendiri kekayaan alamnya.
Presiden Venezuela, Hugo Chavez menasionalisasi perusahaan Migas, begitu pula Arab Saudi sudah lebih dulu menasionalisasi perusahaan minyak tahun 1974 akhirnya meningkatkan pendapatan pemerintah secara besar-besaran sehingga bisa mendanai pembangunan ekonomi secara masif (MS Encarta).
“The latter development, along with Saudi Arabia’s 1974 takeover of controlling interest in the huge oil company Aramco, greatly increased government revenue, thus providing funds for another massive economic development plan.” [Ensiklopedi Microsoft Encarta]
Agar Indonesia bisa maju, maka para politisi/pemimpin Indonesia apalagi yang Muslim jangan menjadi budak perusahaan asing/kafir. Mereka harusnya punya kesadaran untuk membuat Indonesia jadi bangsa yang mandiri.
Menurut PENA, dari kekayaan alam Indonesia, setiap tahun perusahaan-perusahaan asing mendapat Rp 2.000 Trilyun/tahun. Bagaimana rakyat Indonesia bisa makmur? Oleh karena itu jika perusahaan-perusahaan asing tersebut memberi Rp 10-20 trilyun kepada para comprador-nya (kaki tangannya) di Indonesia, mereka tetap jauh lebih untung.
Meski para kaki tangan tersebut beserta kroninya makmur, tapi mayoritas rakyat Indonesia jadi miskin. Padahal jika mereka berpikir jauh ke depan, mereka bisa membuat rakyat Indonesia makmur bersama mereka seperti Arab Saudi jika mengelola kekayaan alam sendiri.
Ketika saya ke Arab Saudi tahun 1983, jarang ada Sepeda Motor. Rata-rata rakyatnya punya mobil. Hebatnya lagi hampir tiap tahun mereka ganti mobil. Listrik dan Rumah Sakit gratis. Sekolah bukan hanya gratis, tapi siswanya diberi uang saku hingga ke Perguruan Tinggi. Itulah hasil yang didapatkan jika kekayaan alam bisa dinikmati 100% oleh bangsa sendiri.
Memang Arab Saudi minyaknya banyak. Tapi Indonesia bukan cuma punya Migas. Indonesia punya emas, tembaga, perak, hutan, kebun, sawah, dan laut yang luas (5 juta km2 atau lebih dari 2 x luas Arab Saudi). Jika kekayaan alam dikelola sendiri, maka Rp 2.000 trilyun/tahun bisa dinikmati Indonesia, sehingga APBN 2009 bisa mencapai 3.000 Trilyun lebih.
Kemandirian Nasional bisa menghemat devisa dan membuka banyak lapangan kerja. Sebagai contoh, di Indonesia pasar kendaraan bermotor terdiri dari 6,2 juta sepeda motor dan 1 juta mobil/tahun dengan nilai sekitar Rp 224 Trilyun/tahun. Indonesia bisa menghemat Rp 224 trilyun/tahun jika presiden Indonesia mendukung PT Inka yang sudah berhasil membuat kancil untuk membuat mobil Gea yang harganya hanya Rp 40 juta dengan konsumsi bensin 1:30.
Pasar Susu ada sekitar Rp 30 trilyun. Namun 80% lebih Indonesia impor. Pasar Kedelai sekitar Rp 12 Trilyun. Namun Indonesia impor 60%. Pemerintah bisa menyediakan modal tanah dan uang kepada para petani agar pasar susu dan kedelai bisa dipenuhi 100% dari dalam negeri.
Harusnya dana APBN Rp 1.000 trilyun lebih minimal 10% digunakan untuk hal yang produktif berupa pendanaan atau pembentukan BUMN baru agar kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi sendiri secara mandiri. Untuk setiap sektor, misalnya Migas paling tidak harus dibuat 3 BUMN agar mereka bisa kompetitif dan ada bahan perbandingan bagi pemerintah/wakil rakyat untuk mengevaluasi kinerja BUMN tersebut.
Pemerintah Memenuhi Kebutuhan Dasar Rakyatnya
Rasulullah Saw melarang orang menjual air (Mutafaq’alaih)
Sistem Ekonomi Kapitalis Neoliberalisme memperdagangkan semua barang termasuk air yang merupakan kebutuhan vital manusia dengan harga setinggi-tingginya.
Contoh Neoliberalis kuno adalah Orang Yahudi yang menjual air kepada penduduk Madinah. Kalau tidak punya uang, silahkan mati kehausan. Islam tidak begitu!
Islam melarang jual-beli air. Jika ada yang memprosesnya dari kotor hingga bisa diminum, hanya boleh menjual sekedar mengganti ongkos produksi dan keuntungan ala kadarnya.
Nabi Muhammad untuk hal-hal yang jadi kebutuhan rakyat seperti air, tidak mengikuti pasar. Tapi justru menggratiskannya kepada rakyat.
Ketika seorang Yahudi menjual air dengan harga tinggi ke pada rakyat Madinah, Nabi meminta sahabat untuk membeli sumur air milik Yahudi tersebut. Sumur air tersebut dibeli, kemudian airnya dibagikan gratis untuk rakyat
Ini diikuti oleh para Founding Fathers Negara Indonesia:
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara UUD 45 Pasal 33 ayat 2
Dalam Islam, negara memenuhi kebutuhan vital bagi rakyatnya secara gratis. Bukan menjual dengan harga ”Pasar” yang dipermainkan oleh para spekulan!
Oleh karena itu Privatisasi Air yang menjadikan air jadi mahal serta harga BBM yang mengikuti harga Pasar Komoditas NYMEX New York yang dimainkan oleh para Spekulan Pasar bertentangan dengan Sistem Ekonomi Islam.
Modal Produksi Penting Dimiliki Bersama
Faktor Produksi Penting seperti air, padang rumput, dan api (energi) menurut Islam adalah milik ummat Islam bersama. Bukan justru diserahkan untuk dimonopoli oleh orang-orang kafir harbi atau dimonopoli segelintir pengusaha.
Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal, yaitu air, rerumputan (di padang rumput yang tidak bertuan), dan api (migas/energi). (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Para pendiri bangsa Indonesia menyadari pentingnya hal itu sehingga merumuskan UUD 45 yang sejalan dengan hadits di atas:
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat UUD 45 Pasal 33 ayat 3
Neoliberalisme memberi MNC Monopoli atas Modal Tanah, Uang, Pertambangan. Rakyat nyaris tidak mendapat apa-apa sehingga tidak bisa berusaha.
69,4 juta hektar tanah dikuasai oleh 652 pengusaha atau satu pengusaha rata-rata 106 ribu hektar sementara mayoritas petani lahannya menurut Bank Dunia kurang dari 0,4 hektar! Bahkan banyak petani yang tidak punya lahan sehingga hanya jadi buruh tani dengan penghasilan kurang dari Rp 300 ribu/bulan!
Ada ketidak adilan. Segelintir orang dapat lebih dari 100 ribu hektar per orang, sementara banyak buruh tani tidak punya tanah sama sekali. Dalam Islam, lahan tersebut milik bersama. Harus dibagi secara adil. Perlu Reformasi Tanah / Agraria agar semua pihak bisa mendapat tanah negara secara adil sehingga semua bisa berusaha/bekerja.
Dari Said bin Zaid bin Amru bin Nufail ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan zalim, maka Allah akan mengalungkannya di hari kiamat setebal tujuh lapis bumi. (Shahih Muslim No.3020)
Pendapatan Daerah untuk Pembangunan Daerah
Banyak propinsi/daerah yang kaya Sumber Daya Alam, tapi ternyata kabupaten dengan penduduk termiskin juga ada di propinsi itu. Ini karena sebagian besar pendapatan daerah (berupa migas, emas, perak, dsb) disedot ke Pusat hingga 90% lebih. Akibatnya penduduk daerah tersebut jadi miskin. Contohnya adalah di Aceh, Riau, Papua, dan sebagainya. Tak heran jika akhirnya ada aksi Separatisme karena kekecewaan penduduk daerah.
Dalam Islam, pungutan untuk biaya keamanan dan pemerintahan tak lebih dari 20%. Sebagian besar (80%) tetap dimiliki daerah sehingga daerah jadi berkembang. Kenapa wilayah-wilayah jajahan Romawi dan Persia begitu mudah “jatuh” ke tangan Islam? Karena pemimpin dan penduduk wilayah jajahan tersebut lebih senang dengan pemerintah Islam yang mengenakan jizyah (pajak) yang jauh lebih kecil daripada yang dikenakan Kerajaan Romawi/Persia (Ensiklopedi MS Encarta).
Karena 80-90% uang beredar di Jakarta, maka terjadi urbanisasi. Banyak penduduk dari seluruh Indonesia yang pindah ke Jakarta dan sekitarnya untuk mencari makan karena di daerah susah. Penduduk Jabodetabek pun “meledak” hingga 30 juta orang di area hanya 2000 km2. Kemacetan, polusi, dan kriminalitas pun jadi menu sehari-hari.
Mata Uang Emas yang Stabil
Krisis Ekonomi di Indonesia sering disebabkan karena melemahnya nilai uang kertas Rupiah. Bahan kertas serta biaya cetak uang kertas rupiah paling hanya Rp 30 per lembar. Nyaris tidak ada harganya. Namun oleh pemerintah kemudian dihargai dengan nilai Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, dan sebagainya tanpa adanya jaminan sama sekali.
Nilai Rupiah, sebagaimana halnya nilai uang kertas lainnya seperti Dollar ditentukan oleh para Pelaku Pasar Uang yang memang memainkan uang sebagai alat spekulasi dengan nilai sekitar Rp 7.000 trilyun/tahun hanya di Indonesia. Tak heran jika pada tahun 1998 nilai Rupiah masih Rp 2.400/1 US$, beberapa bulan setelah Krisis Moneter nilainya hancur jadi Rp 16.700/1 US$. Setelah itu baru naik lagi ke Rp 7.000/1 US$ di zaman Habibie. Kemudian di zaman Mega dan Gus Dur jadi Rp 8.000. Lalu di zaman SBY anjlok jadi Rp 12.000/1 US$.
Jika dirunut lebih jauh, pada tahun 1946, 1 US$ = Rp 1,88. Namun tahun 2009, 1 US$ = Rp 12.000. Nilai Rupiah turun lebih dari 6.000 x terhadap Dollar. Pada tahun 1970 Ongkos Naik Haji (ONH) hanya Rp 182.000. Tahun 2009 jadi US$ 3.400 atau Rp 40,8 juta. Pada tahun 1970 mungkin orang bangga punya gaji Rp 182.000 per bulan karena dia bisa naik haji dan beli rumah tiap tahun. Tapi sekarang, pembantu pun tidak ada yang mau digaji segitu. Itulah nilai mata uang kertas Rupiah yang hancur terus-menerus meski berganti presiden dan menteri keuangan. Rakyat Indonesia akan terus termiskinkan jika upahnya yang memakai rupiah, nilainya terus merosot drastis.
Sebaliknya Dinar Emas (4,25 gram emas 22 karat) yang biasa dipakai di zaman Nabi menurut Buku Sahih Bukhari bisa dipakai untuk membeli 1-2 ekor kambing. 1.400 tahun kemudian, ternyata dengan 1 Dinar Emas (sekarang sekitar Rp 1,5 juta) kita juga bisa membeli 1-2 ekor kambing. Tidak ada penurunan nilai Mata Uang Emas terhadap barang lainnya.
Begitu pula stablitas nilai uang Dirham Perak digambarkan Allah dalam surat Al Kahfi ayat 19: “..Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu…” Kejadian pada surat Al Kahfi itu sekitar 3.000 tahun lalu di mana sekitar 5 orang penghuni gua menyuruh temannya membawa beberapa uang perak/Dirham untuk membeli makanan. Ternyata dengan 3 Dirham (Nilainya sekarang sekitar Rp 100 ribu) kita juga bisa membeli makanan untuk 5 orang.
Islam juga memakai 85 gram emas sebagai nisab wajib zakat sehingga nilainya tetap relevan sepanjang zaman. Bayangkan jika kita pakai rupiah sebagai nisab, misalnya tahun 1970 nisabnya Rp 182 ribu, sekarang orang yang gajinya sebesar itu justru adalah orang yang paling miskin yang harus dizakati.
Di Ensiklopedi MS Encarta disebutkan ada 3 jenis uang: Uang Barang (Commodity Money), Uang Kredit (Credit Money), dan Uang Kertas (Fiat Money).
Uang Barang ini adalah uang yang nilai nominalnya sama dengan nilai bahannya. Contohnya Uang emas, perak, tembaga, dan sebagainya. Uang emas, perak, dan tembaga sudah digunakan selama ribuan tahun dari tahun 2.500 sebelum masehi di Mesopotamia. Islam memakai Uang Emas (Dinar), Perak (Dirham), dan Tembaga (Fulus) sebagai mata uang. Dalam mata uang barang ini sulit dimanipulasi karena Uangnya betul-betul memiliki nilai riel. Negara-negara Eropa dan Amerika juga pernah memakai emas dan perak sebagai mata uang hingga tahun 1933. Uang emas dan perak sudah terbukti selama 4.000 tahun sebagai mata uang yang stabil!
Uang Kredit adalah uang kertas yang dijamin dengan logam mulia seperti emas/perak. Contohnya hingga tahun 1971, Uang Dollar AS masih menjadi Uang Kredit karena dijamin dengan emas. Uang dollar AS bisa ditukar dengan emas dengan berat tertentu.
Karena dijamin emas, uang kredit ini lebih stabil. Meski demikian, bisa saja terjadi manipulasi yang akhirnya mengakibatkan krisis keuangan jika uang yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan emas yang dijaminkan. Misalnya dikeluarkan US$ 30.000.000 dengan jaminan 1.000 kg emas. Tapi ternyata uang yang dicetak adalah US$ 60.000.000. Sulit bagi kita untuk mengetahui kecurangan seperti itu. Walhasil karena jumlah uang berlebih, akan terjadi kemerosotan nilai uang. Inilah kekurangan Uang Kredit dibanding dengan Uang Komoditas.
Karena yang memakai Dollar AS bukan hanya warga AS, tapi seluruh penduduk dunia, akhirnya jumlah Dollar yang dipegang oleh pemerintah non AS justru 5 kali lipat lebih banyak daripada yang dimiliki pemerintah AS. Akhirnya AS tidak punya cukup emas untuk menjaminnya. Presiden AS, Richard Nixon akhirnya menghentikan jaminan emas pada tahun 1971 sehingga Dollar AS berubah jadi Fiat Money/Uang Fiat. Dollar AS tidak dijamin apa-apa. Nilainya ditentukan oleh pelaku Pasar Uang. Agar “stabil”, The Fed akhirnya menerbitkan semacam SBI dan memberi bunga bagi pemegang uang untuk mengontrol nilai Dollar/jumlah uang beredar.
Jadi penggunaan Uang Fiat itu hingga tahun 2009 ini baru berusia 38 tahun. Selama 38 tahun itu, uang lebih banyak jadi alat spekulasi ketimbang alat tukar. Karena tidak perlu jaminan apa pun, AS bebas mencetak Dollar sebanyak yang mereka mau. Sebagai contoh, tahun 2009 ini pemerintah AS mencetak US$ 1,25 Trilyun uang baru (Rp 15.000 Trilyun) atau 15 kali APBN Indonesia. Padahal untuk mendapatkan Dollar, negara-negara lain seperti Indonesia harus menjual migas, emas, tembaga, berhutang ke luar negeri, mengundang investor asing, menjual BUMN, dan sebagainya. Sementara pemerintah AS untuk mendapatkan Dollar tinggal memencet tombol printer uang Dollar. Ini adalah satu ketidak-adilan yang harus kita sadari!
Selama 38 tahun pemakaian Uang Fiat paling tidak menurut Stiglitz sudah ada 4 kali Krisis Keuangan yang menyengsarakan penduduk dunia. Di antaranya tahun 1970, 1989-1990, 1998, dan 2008-2009. Rakyat termiskinkan, perusahaan-perusahaan banyak yang tutup, PHK massal, dan sebagainya karena hancurnya nilai mata uang.
Oleh karena itu, dalam Sistem Ekonomi Islam, pemerintah harus memakai mata uang yang nilainya stabil (Uang Emas dan Uang Perak) agar pendapatan rakyat tidak digerus inflasi. Ekonomi Indonesia tidak akan jalan jika nilai mata uang Rupiah tidak stabil sehingga akhirnya barang-barang termasuk Ongkos Naik Haji dinilai dengan Dollar.
Indonesia bisa mengeluarkan Koin Emas Rupiah di mana 1 Rupiah emas = 1 gram emas 22 karat. Kalau pun uang kertas ada, itu harus dijamin dengan rupiah, misalnya Rp 100.000 = 0,1 Rupiah Emas. Namun pemerintah harus menguasai pertambangan emas, perak, dan tembaga, sebab kalau 85% hasil tambang Indonesia dinikmati asing, Indonesia akan kekurangan emas, perak, dan tembaga untuk mendukung mata uangnya. Sejelek-jeleknya, perusahaan asing tersebut cukup dapat 10%. Toh tanpa emas Indonesia, secanggih apa pun alatnya tetap tidak akan dapat emas dan akan jadi besi tua. Jika tidak setuju, silahkan bawa alatnya keluar dari Indonesia. Indonesia bisa beli alat sendiri yang lebih baru.
Pengutamaan Pertanian/Pangan
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang menanam suatu pohon atau bertani dengan suatu macam tanaman kemudian dimakan burung, manusia atau ternak melainkan hal itu akan menjadi sedekah baginya. (Shahih Muslim No.2904)
Makanan adalah kebutuhan manusia nomor satu. Tanpa makanan, manusia akan mati kelaparan. Oleh karena itu Islam sangat mengutamakan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Meski krisis, selama makanan cukup insya Allah bangsa Indonesia akan bertahan.
Pasar Rakyat yang Egaliter
Menurut Nabi, 7 dari 8 pintu rejeki ada dalam perdagangan. Semua produksi pertanian, peternakan, pabrik, dan sebagainya harus diperdagangkan agar memberikan pemasukan bagi produsennya. Untuk itu pasar yang bisa dinikmati siapa saja termasuk oleh pedagang kecil harus tersedia.
Keberadaan Mal-mal yang menjangkau hingga ke daerah-daerah harus diawasi agar jangan sampai memonopoli produk dan mematikan Pasar Tradisional. Bagaimana pun Mal-mal yang ada umumnya harganya cukup tinggi dan seragam baik di kota mau pun di desa. Padahal pendapatan orang kota dengan orang desa berbeda. UMR tahun 2008 saja berbeda dari yang tinggi sekitar Rp 1 juta di Aceh hingga yang hanya Rp 400 ribuan di kota-kota kecil di Jawa.
Dalam Islam, orang kota tidak boleh menjual kepada orang desa. Ini untuk melindungi pedagang kecil di desa.
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Kami dilarang, seorang kota menjual kepada orang desa, meskipun saudaranya atau ayahnya. (Shahih Muslim No.2800)
Boleh dikata Mal-mal yang ada menyulitkan orang kecil untuk berdagang karena harga kiosnya sangat mahal. Sebagai contoh, di Mal di daerah Jakarta selatan, Kios dengan ukuran kurang dari 6 m2 dihargai sampai Rp 700 juta! Paling murah Rp 200 juta di ruang terbuka. Jelas tidak terjangkau oleh pedagang kecil.
Padahal Pasar seperti Pasar Tanah Abang sebelum “kebakaran” dan digusur jadi Mal, omsetnya mencapai Rp 15 trilyun/tahun.
Pada Pasar Rakyat, rakyat bisa menjual produknya dengan mudah, pedagang kecil bisa berdagang, dan para pembeli bisa membeli barang dengan harga murah.
Di Mal, hanya produk tertentu yang bisa dijual, hanya pedagang kaya yang bisa berdagang, dan harga barangnya cukup mahal sehingga hanya orang menengah ke atas yang bisa belanja di situ.
Harta Harus Beredar di Seluruh Masyarakat
Dalam Islam, harta tidak boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Tapi juga harus mengalir ke fakir miskin dan anak yatim.
“…Harta jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” [Al Hasyr:7]
Uang juga tidak boleh jadi alat spekulasi di Pasar Saham dan Pasar Uang. Tapi harus mengalir sehingga bisa dipakai untuk usaha dan juga membantu orang miskin.
Tahun 2007 di BEI dari Rp 1.982 Trilyun transaksi saham, hanya Rp 18,87 T untuk Modal Emiten Baru dan Rp 25,5 T untuk tambahan modal Emiten lama. Artinya hanya 2,24% uang ke Sektor Riel, sementara 97,76% uang tersedot ke Spekulan Saham di Pasar Sekunder (Jual-Beli Saham antar spekulan). Spekulasi saham ini bisa mematikan sektor riel karena uang untuk modal usaha tidak ada!
Oleh karena itu, untuk pasar Saham primer berupa IPO di mana pengusaha menjual saham untuk modal usaha dibolehkan, sementara untuk Pasar Sekunder di mana saham dijual antar sesama spekulan saham harus dibatasi. Pemerintah bisa mengenakan PPN 10% untuk saham yang dijual.
Dalam Islam, orang berusaha itu berharap mendapat untung dari hasil usahanya (profit/deviden). Bukan dari menjual perusahaannya/saham (Capital Gain).
Barang Harus Beredar Lancar di Masyarakat. Bukan Ditimbun di Pasar Komoditas
Dari Ma’mar Ibnu Abdullah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan menimbun (barang) kecuali orang yang berdosa.” Riwayat Muslim.
Pada Pasar Tradisional pedagang berusaha menjual barangnya ke pembeli secepat mungkin. Barang mengalir sebagai berikut:
Produsen>Distributor>Pengecer>Pembeli (Max waktu: 6 bulan)
Pada Pasar Komoditas, barang berupa kontrak pembelian baru bisa dicairkan dalam waktu 72 bulan (6 Tahun). Selama itu jadi spekulasi antar Spekulan Pasar Komoditas. Alirannya sebagai berikut:
Produsen>Perantara>Bursa>Spekulan>Spekulan>Spekulan.. >Distributor>Pengecer>Pembeli (Max waktu: 72 bulan)
Contoh Pasar Komoditas: NYMEX (New York). Akibat spekulasi ini, harga minyak dunia naik dari US$ 24/barrel pada tahun 2002 menjadi US$ 147/barrel pada tahun 2008.
Pemerintah harus berusaha menguasai barang yang jadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri. Untuk barang impor, harus dilakukan kontrak pembelian antar pemerintah (G to G).
Melarang Ekonomi Spekulatif / Judi
Orang menganggap jual-beli saham sebagai “High Risk High Return.” Artinya “Rugi Besar Untung Besar”. Spekulatif/Judi! Demikian pula Pasar Uang dan Pasar Komoditas.
Abu Hurairah Ra berkata: Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang belum jelas harga, barang, waktu dan tempatnya). Riwayat Muslim.
Anas berkata: Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan cara muhaqalah (menjual biji atau tanaman dengan borongan yang masih samar ukurannya), muhadlarah (menjual buah-buahan yang belum masak yang belum tentu bisa dimakan), mulamasah (menjual sesuatu dengan hanya menyentuh), munabadzah (membeli sesuatu dengan sekedar lemparan), dan muzabanah. Riwayat Bukhari.
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku pernah membeli minyak di pasar dan ketika minyak itu telah menjadi hak milikku aku bertemu dengan seseorang yang akan membelinya dengan keuntungan yang baik. Ketika aku hendak mengiyakan tawaran orang tersebut, ada seseorang dari belakang yang memegang lenganku. Aku berpaling dan ternyata ia adalah Zaid Ibnu Tsabit. Lalu ia berkata: Jangan menjualnya di tempat engkau membeli, sampai engkau membawanya ke tempatmu, sebab Rasulullah SAW melarang menjual barang di tempat barang itu dibeli sampai para pedagang membawanya ke tempat mereka. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadz menurutnya. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Rasulullah Saw melarang penjualan karena terpaksa (dipaksa menjual karena terdesak kebutuhan) dan melarang penjualan dengan penipuan. (HR. Mashabih Assunnah)
Pada tahun 2004 ada 12 perusahaan yang IPO (menerbitkan saham) di BEJ dan 14 perusahaan yang delisting (keluar/bangkrut). Pada tahun 2007 perusahaan yang IPO ada 22 dan yang Delisting 7. Rasio antara perusahaan yang IPO vs Delisting (kemungkinan besar bangkrut) mencapai>32%
Tahun 2009 Nasabah Sarijaya Sekuritas menderita kerugian 245 milyar karena uangnya digunakan oleh pemilik Sarijaya Sekuritas. Sementara nasabah Madoff rugi US$ 50 Milyar karena transaksi Derivatif Saham.
ENRON dgn aset Rp 1000 Trilyun hancur karena perkembangan modal melebihi daya serap pasar
Islam melarang spekulasi seperti itu. Dalam Islam transaksi harus jujur dan transparan. Jika ada cacat, harus diberi tahu kepada calon pembelinya. Bukan disembunyikan atau membuat isyu agar harga barangnya naik.
Ekonomi Bebas Riba/ Rente
Salah satu penyebab Krisis Ekonomi Indonesia adalah hutang dengan riba. Pemerintah dan Swasta berhutang sampai US$ 125 Milyar lebih (Rp 1.500 Trilyun). Cicilan hutang dan bunga sampai Rp 250 Trilyun/tahun sementara APBN 2009 hanya 1.037 Trilyun.
Dalam Islam, riba/bunga itu dilarang:
Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [Al Baqarah:275]
Jabir Ra: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: “Mereka itu sama.” Riwayat Muslim.
Dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “(Diperbolehkan menjual) emas dengan emas yang sama timbangannya dan sama sebanding, dan perak dengan perak yang sama timbangannya dan sama sebanding. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka itu riba.” Riwayat Muslim.
Dalam Islam, pinjaman harus diberi tanpa bunga. Jika tidak, peminjam bisa menginvestasikan uangnya dan mendapat keuntungan bersama (bagi hasil).
Jaminan Sosial Bagi Penduduknya
Di negara-negara Eropa, pajak penghasilan dilakukan secara progresif. Yang miskin tidak kena pajak. Yang menengah kena pajak. Makin kaya seseorang makin besar pula pajaknya hingga 50% lebih. Namun mereka dapat kompensasi. Di Belanda jika seseorang kena PHK, dia dapat santunan 50% dari gaji pokok. Sementara di Denmark, orang-orang tua mendapat apartemen sendiri dan santunan. Setiap 2 minggu petugas sosial datang beres-beres dan berbelanja untuk kebutuhan mereka.
Dalam Islam, negara wajib mengatur agar harta dari si kaya bisa mengalir ke orang miskin. Ingat kisah Khalifah Umar yang memanggul sendiri karung makanan kepada warganya yang kelaparan?
“…Harta jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” [Al Hasyr:7]
“Pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” [Adz Dzaariyaat:19]
Saat ini sekitar separuh penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan. Sementara 11,5 juta orang di Indonesia kelaparan. Pemerintah harus memastikan agar tidak ada orang-orang miskin di Indonesia yang kelaparan sementara segelintir lainnya jadi milyarder dengan harta trilyunan rupiah. Baik dengan memberi santunan langsung mau pun memberi modal usaha/pekerjaan.
Gaji/Fasilitas yang Wajar dan Tidak Berlebihan
Salah satu pemborosan atau penyebab kehancuran ekonomi adalah gaji/fasilitas yang terlalu besar/di luar kewajaran sehingga akhirnya dana yang ada tidak mencukupi untuk kesejahteraan rakyat atau kebutuhan penting lainnya.
Sebagai contoh, banyak jenderal kita yang hartanya mencapai puluhan milyar rupiah dan punya banyak mobil mewah seperti Mercy bahkan mobil pengiringnya saja Nissan Terano atau Landcruiser. Namun ternyata Panser Amfibi yang dipakai tentaranya adalah Panser kuno yang berumur 60 tahun sehingga tenggelam sendiri bersama penumpangnya meski tidak ada musuh yang menyerang. Demikian pula dengan pesawat terbang yang umurnya rata-rata di atas 20 tahun sehingga sering jatuh sendiri. Jika perang melawan musuh, tentu akan dapat dikalahkan dengan mudah karena para jenderal lebih memilih Mercy yang nyaman bagi kepentingan pribadinya ketimbang pesawat tempur atau tank yang canggih.
Banyak pula para pejabat yang anggaran bajunya saja mencapai milyaran rupiah per tahun sehingga tiap ada acara selalu pakai baju baru sekali pakai. Padahal uang tersebut bisa dipakai untuk mencegah 11,5 juta rakyatnya yang menderita kelaparan.
Ada lagi Gubernur BI yang mengusulkan gajinya sampai Rp 300 juta/bulan melebihi gaji presiden yang “hanya” Rp 62 juta/bulan. Alhamdulillah DPR menolak dan hanya menyetujui Rp 163 juta/bulan! Jika eksekutif BI ada 5 orang dan Komisaris (yang gajinya biasanya separuh) ada 5 orang, maka total gaji/tahun hanya untuk 10 orang itu bisa mencapai Rp 29 milyar lebih setiap tahun! Bayangkan jika banyak pejabat di tiap propinsi/instansi ingin mendapat gaji sebesar itu, bisa-bisa uang negara habis hanya untuk gaji pejabatnya. Ternyata gaji raksasa yang hanya menarik orang yang serakah itu tak mampu untuk membuat para Gubernur BI lolos dari masalah hukum. Banyak Gubernur BI yang dipenjara karena masalah uang.
Banyak pula para eksekutif/komisaris perusahaan swasta yang mengumpulkan dana masyarakat seperti Bank, Asuransi, Sekuritas yang sebenarnya merampok dana masyarakat lewat gaji/bonus/deviden yang sangat besar. Mereka cukup pintar untuk melakukan “Financial Engineering” (Rekayasa Laporan Keuangan) sehinggga perusahaan seolah-olah untung dan mereka pantas menikmati gaji dan bonus besar. Kenyataannya mereka memakai uang masyarakat yang mereka himpun. Begitu krisis, pemerintah pun harus memakai uang rakyat untuk membantu perusahaan mereka. Sebagai contoh di Indonesia pada Krisis Moneter 1998 pemerintah “menalangi” Rp 600 trilyun lewat KLBI/BLBI. Pemerintah mendapat kurang dari Rp 180 trilyun dari Rp 600 trilyun yang dikeluarkan.
Di AS juga begitu, seorang pimpinan perusahaan Lehman Brothers yang menghimpun dana masyarakat, Richard Fuld, dari tahun 2000-2008 mendapat gaji dan bonus sampai US$ 484 uta (Rp 5,8 Trilyun). Diperkirakan dengan Direktur dan Komisaris yang harusnya jadi pengawas, mereka semua (sekitar 10 orang) mendapat sekitar Rp 29 trilyun sementara aset perusahaan yang tersisa hanya US$ 350 juta dan harus dilikuidasi karena bangkrut dengan hutang yang amat banyak (http://abcnews.go.com/Blotter/story?id=5965360&page=1).
Rakyat AS marah besar ketika perusahaan AIG (American International Group) yang rugi dan diberi dana oleh pemerintah AS sebesar US$ 170 Milyar (Rp 2.040 Trilyun), namun ternyata justru membagi-bagi bonus bagi eksekutifnya senilai US$ 165 juta (Rp 1,98 Trilyun)!
Banyak perusahaan di AS yang merugi karena gaji besar yang di luar kewajaran sehingga pemerintah AS menggunakan US$ 800 milyar (Rp 9.600 Trilyun) uang pembayar pajak untuk membantu perusahaan-perusahaan yang dibuat rugi/bangkrut oleh para eksekutif perusahaan yang hidup mewah tersebut.
Gaji besar yang di luar kewajaran sehingga bisa membangkrutkan perusahaan/memiskinkan rakyat itu tak lebih dari korupsi yang dilegalkan. Mereka memakan uang rakyat dengan gaji yang di luar kewajaran. Tidak pantas rakyatnya miskin dan kelaparan sementara para pejabat justru hidup mewah dengan gaji dan bonus yang sangat besar.
Nabi Muhammad meski punya rumah dan kendaraan (onta) namun hidup sederhana. Sahabat beliau, Umar ra sempat terharu menyaksikan Nabi yang tidur di atas pelepah kurma sementara perabotan rumah nyaris tidak ada. Menurut istri Nabi, Siti ‘Aisyah, tidak pernah keluarga Nabi makan kenyang 3 hari berturut-turut. Bahkan sahabat Nabi pernah mendapati Nabi mengganjal perutnya dengan batu karena lapar. Dalam satu kisah juga disebut bahwa Khalifah Umar ra sampai mengenakan baju lusuh yang ditambal karena menolak gaji yang besar.
Nabi dan Umar memilih menggunakan uang negara yang ada di Baitul Maal untuk mensejahterakan rakyat. Bukan untuk bermewah-mewahan demi kepentingan pribadi.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At Taubah:60]
Dalam Islam, uang negara harus digunakan untuk orang-orang miskin. Bukan untuk kemewahan bagi segelintir elit pejabat. Tak pantas para pejabat bermewah-mewahan sementara banyak orang miskin termasuk Balita sampai mengemis dan mengamen di jalanan.
Media Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar